Sri M. Herlambang memberi instruksi untuk menghindari bentrokan di Halim, 2 Oktober 1965 Pidato Men/Pangau Laksdya. Omar Dani yang dini...
Sri M. Herlambang memberi instruksi untuk menghindari bentrokan di Halim, 2 Oktober 1965 |
Pangkostrad Mayjen. Soeharto memerintahkan Mayor C.I. Santoso segera bergerak.Pukul 6.00 RPKAD sudah memasuki Halim. Dua anggota AU yang bermaksud mengambil senapan mereka langsung ditembak karena anggota AD tidak mau ambil resiko. Pasukan AD yang lain dari Yon 328 melucuti anggota TNI AU yang ada di Halim.
Kemudian Kol. Sarwo Edhie, komandan RPKAD yang menyusul hendak masuk Halim, tertahan oleh tembakan pasukan Yon 454 / Raiders Jawa Tengah ( pihak G 30 S ), sehingga seorang pengawal Sarwo Edhie gugur. Mayor C.I. Santoso yang mendengar berita tersebut segera beranjak dari Halim ke tempat kontak senjata, dan ketika lewat di desa Lubang Buaya melihat banyak massa dan tentara yang membongkar tenda secara tergesa – gesa, kemudian lari melihat pasukan yang dibawa Mayor C.I. Santoso. Hal ini membuat kecurigaan di pihak RPKAD tentang massa dan tentara di Lubang Buaya tersebut. Ternyata massa dan tentara inilah yang melakukan penculikan terhadap para jenderal.
Sementara itu Deputi Operasi Men. Pangau Komodor Udara Dewanto dan ajudan beliau Kapten Udara Kundimang merasa cemas dengan adanya pertempuran RPKAD dan Yon 454, karena peluru nyasar bisa merusak peswat terbang bahkan menimbulkan korban di rumah sekitar pangkalan Halim.
Dewanto berhasil menemui komandan Yon 454 Raider, yaitu Kapten Koentjoro, dan menyuruhnya menghentikan tembakan. Lalu Dewanto menulis surat untuk untuk Sarwo Edhie yang disampaikan Kundimang bersama seorang anggota PGT sambil membawa bendera putih. Surat diterima Mayor Goenawan dari RPKAD, Kundimang disuruh kembali dan menunggu.
Setelah Kundimang kembali ke tempat Dewanto dan menunggu sekitar 1 jam, terdengar suara ledakan. Rupanya panser RPKAD yang hendak memberi jawaban dan mendatangi Dewanto disangka mau menyerang sehingga ditembak bazooka walau akhirnya meleset.
Kundimang dan anggota PGT kembali mendatangi RPKAD, tiba – tiba terdengar desingan peluru berkaliber besar disusul ledakan, rupanya Yon 454 masih gatal menembakkan senjata anti tank. Setelah bertemu Gunawan, kemudian Kundimang disuruh menjemput Dewanto dengan mobil RPKAD untuk dipertemukan dengan Sarwo Edhie. Kundimang balik kembali menemui Dewanto.
Dewanto yang menerima berita dari Kundimang segera menyuruh Koentjoro untuk pergi dari Halim, Mulanya Koentjoro berkeras. "Pasukan Raiders tidak mengenal menyerah", katanya. "Saya tidak minta Kapten menyerah. Saya minta agar pasukan Kolonel Sarwo Edhie diberi jalan masuk ke Halim", jawab Dewanto. Ternyata Koentjoro bersama pasukannya menyingkir ke Lubang Buaya.
Dewanto lalu menemui Sarwo Edhie, dan mengajaknya untuk masuk Halim. Sesampainya di Halim, Sarwo Edhie mengutarakan maksudnya, ia berhasil diyakinkan bahwa di Halim tidak ada pasukan G 30 S. Adapun CI Santoso dapat mempercayai ucapan Sri Mulyono Herlambang bahwa TNI AU tidak akan membom markas Kostrad. Sarwo Edhie kemudian bermaksud untuk melapor pada Mayjen. Soeharto. Laskda Sri Moeljono Herlambang mengajak Sarwo Edhie untuk ikut naik helikopter ke Istana Bogor, untuk menemui Bung Karno yang akan bertemu dengan para pimpinan tentara, kemungkinan Soeharto juga ada di Bogor. Ternyata di Bogor hanya ada Soekarno, dan sekembalinya dari sana Sarwo Edhie melapor pada Soeharto yang kemudian memerintahkan pasukan RPKAD mundur dari Halim.
Beberapa insiden di atas seperti tingkah Leo Wattimena yang menulis radiogram bernada keras serta meminta bantuan pesawat bersenjata sempat membuat TNI AU mendapat tudingan miring, apalagi Ketua CC PKI D.N. Aidit pada malam sebelumnya sempat bersembunyi di sebuah rumah milik oknum TNI AU di Halim.
COMMENTS